Gaya Parenting Ratu Elizabeth yang Dinilai Kuno tapi Penuh Pengabdian
Ratu Elizabeth pernah meninggalkan anaknya dalam waktu lama untuk menemani suami, Pangeran Philips, bertugas di Malta, Italia.
Mendiang Ratu Elizabeth menyandang banyak gelar semasa hidupnya.
Perannya sebagai ibu dibayang-bayangi oleh gelar Ratu Kerajaan Inggris.
Banyak yang menyebut dia penuh pengabdian, tapi menerapkan gaya pengasuhan yang dinilai kuno untuk zaman ini.
Pakar kerajaan Robert Hardman mencontohkan, dia meninggalkan anak-anaknya, Pangeran Charles dan Putri Anne, dalam waktu lama.
Tapi di zaman itu, hal tersebutd ianggap normal.
“Ini adalah generasi masa perang dari orang-orang yang telah terpisah dari keluarga mereka.
Tidak untuk beberapa minggu atau bulan.
Dalam banyak kasus selama enam tahun,” kata penulis “Queen of Our Times: The Life of Elizabeth II” kepada Pagesix.
Dia menambahkan bahwa di Inggris pascaperang, anak-anak yang memiliki kedua orang tua dianggap cukup beruntung.
“Banyak anak kehilangan, setidaknya salah satu,” dia melanjutkan.
Raja Charles III, yang naik takhta pada 8 September ketika ibunya meninggal pada usia 96, lahir pada 14 November 1948.
Bagaimanapun, Elizabeth tergila-gila dengan bayinya yang baru lahir.
Menurut biografi Sally Bedell Smith, “Elizabeth The Queen,” Ratu memberi tahun sepupunya Lady Mary Cambridge tentang jari-jari panjang dan halus Charles dan menyusuinya selama dua bulan sampai dia terserang campak.
Hampir setahun kemudian, Philip yang saat itu seorang perwira angkatan laut ditempatkan di Malta dan Elizabeth diberi tahu bahwa pulau Eropa itu tidak cocok untuk bayi pangeran.
“Elizabeth bisa saja tinggal di London bersama putranya, tetapi dia memutuskan untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama suaminya,” tulis Smith.
“Dia sudah terbiasa dengan ketidakhadiran orang tua yang lama saat dia tumbuh dewasa, jadi keputusannya untuk meninggalkan Charles tidak akan menimbulkan keraguan.
Dia memiliki pengasuh ahli yang bertanggung jawab, belum lagi orang tuanya sendiri, yang ingin menemani cucu mereka.” Philip dan Elizabeth menghabiskan Natal di Malta sementara Charles tinggal bersama kakek-neneknya, Raja George VI dan Ratu Elizabeth atau Ibu Suri, di Kastil Sandringham di Inggris.
Pada akhir Desember, dia terbang kembali ke Inggris tetapi mampir selama beberapa hari di London, dengan jalan memutar cepat ke Hurst Park untuk melihat salah satu kudanya memenangkan perlombaan.
Setelah selingan kuda yang singkat itu, dia bertemu kembali dengan Charles setelah lima minggu terpisah.
Contoh lain bagaimana hubungan dingin Ratu dengan Charles terjadi tak lama setelah tahunnya yang ketiga.
Pangeran muda itu menyapa orang tuanya, bersama nenek dan bibinya Putri Margaret, di stasiun kereta api setelah mereka kembali dari kunjungan ke AS.
Sementara dia tidak melihat putranya selama lebih dari sebulan, Elizabeth bergegas untuk mencium ibunya tetapi “hanya membungkuk dan memberi [Charles] kecupan di atas kepalanya sebelum berbalik untuk mencium Margaret,” tulis Smith.
“Perasaan pewaris Inggris mengutamakan tugasnya,” kata seorang penyiar berita saat itu.
“Cinta keibuan harus menunggu privasi Clarence House.” Charles berusia 3 tahun ketika Elizabeth yang berusia 27 tahun tiba-tiba menjadi Ratu Inggris Raya dan kerajaan Persemakmuran lainnya pada Februari 1952.
Anne, yang lahir pada Agustus 1950, saat itu baru berusia 18 bulan.
Smith menulis bahwa kehidupan anak-anak dihabiskan terutama di kompleks khusus enam kamar di lantai dua Istana Buckingham.
Pada hari kerja, menurut Smith, Charles, dan Anne akan turun ke bawah setelah sarapan untuk bermain sebentar dengan orang tua mereka dan tidak melihat mereka lagi sampai pengujung hari.
Ratu Elizabeth menyingkirkan satu praktik kuno kerajaan, yakni anak-anak harus membungkuk formal ketika mereka memasuki ruangan tempat Ratu berada.
Dia juga memindahkan menggeser mingguannya dengan Perdana Menteri mulai pukul 17:30 sampai 18:30 untuk menghabiskan waktu bersama anak-anaknya.
Teman-teman Charles yang berbicara dengan Jonathan Dimbleby untuk biografi resmi pada tahun 1992 mengatakan bahwa dia memiliki masa kecil yang sepi dengan orang tua yang jauh secara emosional.
Teman-teman yang berbicara dengan izin Charles menggambarkan Ratu orang yang cuek.
Pada saat Pangeran Andrew lahir pada Februari 1960, Ratu sudah mapan dan jauh lebih percaya diri pada posisinya.
Dia selalu memimpikan sebuah keluarga besar tetapi telah menundanya karena dia ingin berkonsentrasi untuk membangun dirinya sebagai Ratu yang baik.
Saat Pangeran Edward lahir empat tahun kemudian pada bulan Maret 1964, keluarga itu lengkap.
“Sang Ratu menjadi ibu yang lebih santai dan konsisten terlibat dengan anak keduanya,” kata Smith.
“Beberapa kritikus mempertanyakan apakah dia terlalu memanjakan Andrew dan Edward, menebusnya karena tidak menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak yang lebih tua.” Penulis “A Royal Life,” Hugo Vickers, mengatakan bahwa meskipun dia bukan ibu yang demonstratif, dia menunjukkan lebih banyak sifat suka bermain dengan Andrew dan Edward.
Itu sebabnya dia lebih dekat dengan kedua anaknya yang terakhir.
Dia mampu mendikte waktunya dengan lebih baik dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama mereka,” katanya.
Vickers ingat berada di sekolah dekat Kastil Windsor dan sering melihat Ratu bergandengan tangan dengan Pangeran Edward saat mereka berjalan-jalan.
“Ada lebih banyak waktu pada waktu mandi dan hal-hal semacam itu,” katanya.
Sebagai nenek dan nenek buyut, Vickers mengatakan bahwa dia jauh lebih baik.
Cucu dan cicitnya memuja dia.
Dia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan putri Edward, Lady Louise Windsor, yang sama-sama suka kuda.
Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan Charles tampaknya menyadari pengorbanan yang dilakukan ibunya untuk monarki.
Selama perayaan Platinum Jubilee pada Juni 2022, dia berterima kasih kepada ibunya untuk pelayanan tanpa pamrih seumur hidup dan mengatakan bahwa dia terus membuat sejarah.
Charles juga memuji mendiang ratu ketika dia membuat pidato publik pertamanya sebagai raja sehari setelah kematian ibunya, yang dia sebut saat kesedihan terbesar.
“Kami berutang padanya utang paling tulus yang bisa dimiliki keluarga mana pun kepada ibu mereka atas cinta, kasih sayang, bimbingan, pengertian, dan teladannya,” katanya selama pidato emosional.
Demikian pula, Putri Anne mengingat kenangan indah dari Yang Mulia setelah kematiannya.
“[Liburan adalah] mungkin saat-saat yang paling dia nikmati,” kata Anne dalam siaran BBC.
“Mungkin karena itu termasuk hal-hal yang dia nikmati …
pedesaan, kuda-kuda, dan jalan-jalan.” Dan ketika Perdana Menteri Inggris Liz Truss berbicara kepada Raja Charles III sehari setelah Ratu Elizabeth meninggal, dia mengungkapkan sentimen yang dipahami banyak orang: “[Kematiannya adalah] saat yang saya takuti… tetapi kami mencoba untuk menjaga semuanya tetap berjalan.” PAGESIX