Ruwatan Nusantara G20 di Yogya, Paku Alam X Ungkap Maknanya

Ruwatan Nusantara dalam forum G20 merupakan aksi para pemangku adat untuk menyerukan dan mendoakan pemulihan peradaban pascapandemi Covid-19.

Ratusan perwakilan masyarakat adat berbagai wilayah Indonesia mengadakan pertemuan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta sembari mengenakan pakaian adat kebesaran masing-masing, Minggu, 11 September 2022.

Pertemuan itu menjadi rangkaian Ruwatan Nusantara, bagian agenda G-20 Culture Ministers Meeting, yang dipusatkan di Candi Borobodur pada 12 dan 13 September 2022.

Ruwatan Nusantara atau Ruwatan Bumi dalam forum G20 merupakan sebuah aksi para pemangku adat Nusantara untuk bersama-sama menyerukan dan mendoakan pemulihan peradaban pascapandemi Covid-19 lewat jalan kebudayaan di Indonesia dan penjuru dunia.

Di Yogyakarta, perwakilan masyarakat adat nusantara itu berdialog dan bertemu dengan Wakil Gubernur DIY Paku Alam X dan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Faried.

“Dalam tradisi Jawa, ruwatan merupakan bagian utama dari prosesi slametan,” kata Paku Alam menjelaskan makna historis ruwatan.

Paku Alam menyebut, tujuan utama sugengan atau slametan diadakan ialah untuk memohon lindungan Tuhan agar segala sesuatu yang akan dilaksanakan tercapai dengan selamat.

“Selain itu, slametan juga memuat ajaran perencanaan.

Makna slametan, yang disajikan dalam beragam ubarampe-nya, terkandung pesan agar jangan lupa memperhitungkan rasio input dan output yang optimal dan efisien,” kata Paku Alam.

Raja Keraton Puro Pakualaman itu menambahkan, penyiapan unsur-unsur input, baik fisikal maupun metafisikal, baik kasat mata dan bisa di-kerta aji, maupun yang intangible, berupa brainware, aspek ekologi ataupun yang lainnya, dilakukan dengan harapan agar tidak menimbulkan korban.

“Jadi tradisi selamatan dapat pula dipahami sebagai sistem peringatan dini, yang melekat dalam nilai-nilai budaya Jawa, agar senantiasa selamat dan sentosa,” imbuh dia.

Adapun Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid mengatakan, Ruwatan Nusantara 2022 ini diadakan di berbagai tempat di seluruh Indonesia oleh para pemangku adat dan para penghayat kepercayaan.

“Latar belakang dari kegiatan ini adalah untuk mengucapkan rasa syukur dan juga doa agar kebudayaan bisa berkontribusi pada kelestarian bumi,” kata Hilmar.

Tema yang dipilih dalam pertemuan Menteri Kebudayaan G20 adalah “Kebudayaan untuk Bumi Lestari”.

Tema ini dipilih karena para pemangku adat dan penghayatan kepercayaan telah banyak memberi inspirasi.

“Dan harapan saya, mereka tidak hanya memberikan inspirasi bagi kita yang ada di Indonesia, tapi memberikan inspirasi kepada dunia,” ungkapnya.

Menurut Hilmar, berkumpulnya para pemangku adat dan penghayatan kepercayaan di Yogyakarta kali ini juga untuk memastikan bahwa keadaan yang dihadapi usai pandemi, yakni proses untuk pulih kembali ini, betul-betul dilakukan dalam bimbingan dan dipandu oleh kearifan.

“Jangan sampai kearifan yang sudah mulai agak pudar itu, hilang tak bersisa,” kata dia.

“Bumi kita ini telah mengalami banyak masalah, bisa bertahan hingga sekarang mungkin karena kearifan-kearifan yang sejatinya telah membimbing masyarakat kita selama puluhan bahkan ratusan tahun,” Hilmar menambahkan.

Kehadiran para pemangku adat dan penghayatan kepercayaan untuk Ruwatan Nusantara memperkuat dan mengakarkan lagi seluruh praktik-praktik kehidupan yang sudah lama menjaga masyarakat.

PRIBADI WICAKSONO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *